Kabar Borneo raya.com
Titik lemah demokrasi, terletak pada one man one vote, satu orang satu suara. Terutama ketika tidak semua menggunakan pikirannya dalam memilih, maka tidak semua orang bertanggung jawab atas pilihannya.
Seorang yang berpikir, memerlukan pertimbangan puluhan – bahkan ratusan kali dalam menentukan pilihannya. Sementara yang tidak berpikir, mengambil jalan pintas, menjual murah hak suaranya - memilih berdasarkan siapa yang memberi, hanya 100 ribu, bahkan 50 ribu, dan lupa berkonsekuensi 5 tahun.
Padahal manusia itu makhluk yang berpikir, sebab berpikir itulah demokrasi ditemukan, namun kenyataannya tidak semua orang mau berpikir, lalu yang memiliki duit melecehkannya dengan membeli hak suara.
Sebab tidak semua berpikir itu pula, demokrasi mudah dibajak - dimanipulasi, bukan saja melalui kekuatan uang, bahkan melalui simbol agama.
Lahan suburnya adalah kemiskinan dan kebodohan. Maka yang memberi dan menerima uang dalam Pemilu, sesungguhkan sedang mempertahankan kemisikinan dan kebodohan agar permanen.
Tapi seburuk apapun itu, dari pada pergantian kekuasaan ditentukan melalui kekuatan dan kekerasan yang rawan pertumpahan darah, masih jauh lebih baik - lebih beradab demokrasi.
Tentu saja sambil perlahan menyadarkan pemilih, bahwa memilih harus dengan berpikir. Juga menyadarkan peserta Pemilu, agar bermartabat. Berhenti melecehkan pemilih dengan cara memberi uang, agar demokrasi semakin beradab. (nm)
0 Komentar