(Ambin Demokrasi)
PEMILU DAN FENOMENA CALEG SAKATARAAN
Oleh: Noorhalis Majid
Banjarmasin : Kabar Borneo raya.com
Sekali lagi, Pemilu itu cara yang dipilih dan dianggap paling demokratis untuk mempergilirkan kekuasaan dan jabatan-jabatan politik. Kalau tidak ada Pemilu, boleh jadi cara lainnya yang tersedia sangat barbar, bahkan mungkin baku bunuh, untuk memperebutkan jabatan dan kekuasaan.
Karena Pemilu cara yang paling beradab, maka jangan sekali-kali menggodanya untuk berlaku curang. Sebab mudah saja berbalik menjadi tidak beradab. Dikarenakan sirkulasi kekuasaan itu dalam sejarahnya, memang penuh intrik dan kekerasan, menghalalkan segala cara, yang penting menang.
Agar Pemilu terjaga peradabannya, jangankan berniat curang, melakukan hal yang tidak etis saja, hendaknya jangan sampai tergoda, sehingga demokrasi tetap berada pada ranah ideal, yang menjamin keterbukaan dan menumbuhkan kepercayaan pada semua orang.
Apa yang boleh namun dianggap tidak etis tersebut? Misal, menjadikan seluruh anggota keluarga sebagai caleg. Tidak ada larangan, namun secara etis hal tersebut sangat tidak baik. Bapaknya caleg, ibunya caleg, dan anak hingga paman dan keponakan juga ikut menjadi caleg, pendek kata, sakataraan jadi caleg.
Kalau semuanya terpilih, pasti menjadi rezim dan sarat konflik kepentingan keluarga. Bahkan sulit membedakan antara soal publik dan privat. Urusan publik yang dirumuskan dengan perdebatan dalam sidang-sidang di parlemen, mudah berpindah sekedar obrolan di meja makan keluarga. Akhirnya mekanisme demokrasi, menjadi semu dan formalitas belaka.
Memang manusia itu mudah sekali digoda dan dihinggapi rasa percaya diri berlebihan, menganggap hanya dia dan lingkungan keluarganyalah yang pantas menduduki jabatan politik.
Atau, digoda melalui kuasa dan uang, sehingga mudah mengatur dan membeli mekanisme demokrasi, dan menjadikan Pemilu sebagai ladang bagi seluruh anggota keluarga untuk turut berkuasa.
Godaan nafsu kekuasaan, membuat hal yang tidak etis menjadi wajar, hilang rasa malu. Sakataraan jadi caleg, padahal tidak berkualitas, bahkan memundurkan demokrasi. (nm)
0 Komentar