Jakarta:Kabar Borneo raya.com Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan salah satu organisasi silat tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1922.
Namun, tahukah kamu sejarah PSHT? Simak perjalanan lengkapnya seperti dirangkum dari situs resmi PSHT.
Ia merupakan putra sulung dari Ki Ngabehi Soeromihardjo, seorang mantri cacar di daerah Ngimbang, Jombang, Jawa Timur.
Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo masih memiliki silsilah keluarga dengan Betoro Katong yang merupakan pendiri Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Semasa hidupnya, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo memiliki ketertarikan pada seni bela diri pencak silat. Ia pun sempat pergi ke berbagai daerah untuk mengasah kemampuan silatnya.
Awalnya, ia pergi ke Parahiyangan, Bandung, Jawa Barat pada 1892 untuk mempelajari berbagai aliran pencak silat.
Kemudian, ia pindah ke Jakarta, Lampung, Padang, dan Aceh hingga akhirnya kembali ke Surabaya pada 1902.
Selang setahun, ia mendirikan Sedulur Tunggal Kecer sebagai sebuah perkumpulan dengan pencak silatnya bernama Joyo Gendelo Tjipto Muljo.
Pada 1907, Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo akhirnya mengubah nama Sedulur Tunggal Kecer menjadi Persaudaraan Setia Hati (PSH) di Desa Winongo, Madiun, Jawa Timur.
Ia menggunakan kata 'persaudaraan' untuk mengikat rasa persaudaraan antaranggota PSH dan membentuk rasa nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia yang kala itu masih dijajah Belanda.
Setelah bersulih nama menjadi PSH, Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia didapuk menjadi pemimpin PSH sejak 1922 sampai 1948.
Maka dari itu, Belanda kemudian menangkap Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan membuangnya ke beberapa daerah, mulai dari Jember, Cipinang, hingga Padangpanjang.
Namun, pada masa kepemimpinan Ki Hadjar Hardjo Oetomo muncul usulan agar PSH berganti nama menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
Usul ini berasal dari RM. Soetomo Mangkoedjojo, seorang pegawai bank yang merupakan murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo.
Usul itu dikemukakan pada 1942, namun baru disepakati melalui kongres pertama pada 1948. Setelah itu, PSH resmi berganti nama menjadi PSHT. Itulah cikal bakal sejarah PSHT.
Setelah itu, PSHT dipimpin oleh RM. Soetomo Mangkoedjojo sampai 1956. Namun karena ia dipindahtugaskan ke Surabaya, maka kepemimpinan PSHT dilanjutkan oleh Irsad pada 1956-1958 dan Santoso pada 1958-1966.
Pada 1960-an, terjadi pergolakan di internal PSHT sehingga kepemimpinan kembali ke tangan RM. Soetomo Mangkoedjojo pada 1966-1974.
PSHT kemudian menggelar kongres di Madiun dan memilih RM. Imam Koesoepangat menjadi Ketua Pusat PSHT pada 1974-1977. RM. Imam Koesoepangat membawa PSHT menjadi organisasi silat yang disegani.
Setelah berkembang pesat, PSHT kemudian menggelar kongres lagi dan memilih Badini menjadi pimpinan untuk periode 1977-1981.
Lalu, dilanjutkan oleh Tarmadji Budi Harsono pada 1981-2014. Pada masa kepemimpinan Tarmadji Budi Harsono, keanggotaan PSHT mencapai belasan juta di seluruh dunia.
Selain itu, PSHT juga mendirikan Yayasan Setia Hati Terate untuk mengelola kekayaan PSHT dan membangun padepokan agung yang menjadi landmark organisasi.
Kemudian, kongres menggelar pemilihan lagi dan menetapkan Moerdjoko HW sebagai pimpinan PSHT sejak 2017 sampai saat ini.
Moerdjoko HW memimpin PSHT dengan lebih dari 300 pengurus cabang dan komisariat di dalam dan luar negeri.
Demikian sejarah PSHT sebagai salah satu organisasi silat tertua di Indonesia. Semoga bermanfaat.**kbr(CN)
0 Komentar