Oleh ; Muhammad Mahdiannoor
Redaktur ; Koran Mediapublik dan online Kabar Borneo Raya.com
Habis manis sepah dibuang, tampaknya tidak cukup tepat untuk ditempatkan dalam kegaduhan menjelang Pemilu 2024, spesial untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden. Yang mendekati benar adalah kedurhakaan, suatu sikap yang melupakan kebaikan yang pernah diterima dalam bentuk yang sangat luar biasa, sehingga mampu menjadi bagian dari sejarah yang pantas dikenang, sehingga jadi durjana manakala dilupakan.
Yang terjadi -- dalam kasak kusuk Pilpres 2024 ada semacam pepatah yang mengatakan, kacang lupa akan kulitnya. Tapi ada yang melihat fenomena dalam Capres dan Cawapres 2024 terselupnya sikap culas, sehingga terkesan telah menghalalkan segala cara. Padahal, dalam kompetisi antara Capres dan Cawapres yang ingin dilihat oleh rakyat adalah etikabilitas yang bisa diselaraskan dengan intelektualitas yang merakyat.
Jadi sesungguhnya, sosok Capres dan Cawapres seperti itulah yang dicari-cari dan terus dinilai dan diamati oleh rakyat pemilih yang akan memberikan suara serta dukungannya. Dan rakyat sekarang sudah tidak terlalu perduli dengan mereka yang masih mau bergerilya dengan menebar sembako bahkan serangan fajar. Semua itu tidak lagi dianggap penting dan tidak lagi memusingkan kepala, karena boleh saja diterima dan boleh pula ditolak. Sebab yang terpenting adalah tetap kekeh dengan pilihan calon yang paling dianggap ideal atas berbagai aspek penilaian, minimal seperti etikabilitas yang baik, dan intelektualitas mumpuni serta dapat dipercaya akan selalu berpihak pada rakyat.
Agaknya, hanya dengan syarat yang minimal seperti itu Presiden dan Wakil Presiden terpilih bisa dipercaya akan dapat menunaikan amanah rakyat sesuai dengan janji kemerdekaan yang tertuang di dalam Pembukaan UUD1945 yang asli dengan mengacu pada sila-sila Pancasila sebagai falsafah bangsa dan ideologi negara Indonesia. Karena itu dengan kemampuan dan kemauan serta itikad baik, sikap kebersamaan dalam upaya menjaga segenap kekayaan alam dan budaya miliki negeri ini tidak lagi boleh digadaikan atau diobral dengan semena-mena untuk memperkaya diri dan keluarga serta gerombolannya di eksekutif, di legislatif maupun di yudikatif seperti yang pernah terjadi pada periode pemerintahan di masa lalu.
Ingat, jangan sampai kembali salah memilih Presiden dan Wakil Presiden, sebab dera dan derita akan kita terima minimal lima tahun lamanya. Bilangan lima tahun yang mendera warga bangsa ini, sekiranya memang tidak sampai terjadi tradisi dan budaya dinasty di negeri ini, seperti embrionya yang pernah dan sedang kembali diujicobakan seperti yang tengah menggejala sekarang..(MHD)
0 Komentar