Banjarmasin : kabar Borneo raya.com
Oleh: Winardi Sethiono
Bagi saya, wajarlah jika anggota masyarakat kecewa terhadap pelaksanaan Debat Capres Perdana, karena perdebatan berlangsung tak sesuai harapan. Masyarakat berharap para calon memberi teladan kesantunan disertai pemberian jalan keluar bersama atas berbagai masalah nyata dan potensi masalah akan bisa timbul di negeri yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai latar suku, agama, ras dan antar golongan ini, tetapi ternyata perdebatan berjalan tidak begitu. Para calon bahkan memberi contoh, bagaimana cara membuka aib orang didepan orang banyak.
Debat Capres Perdana cendrung menjadi sebuah perdebatan tidak berguna karena tak akan ada pengaruhnya, baik untuk rakyat atau untuk alternatif pengalihan dukungan. Tidak berguna bagi masyarakat karena ketiga calon, terlihat cuma ingin menang dan berkuasa tapi tak akan berbuat banyak setelah berkuasa. Tak ada gunanya untuk pendukung karena para pendukung sudah tercuci otaknya serta hanya membenarkan, melakukan pembenaran dan melihat benar pada kiprah calonnya saja.
Kecurigaan bahwa para kandidat hanya ingin berkuasa, disimpulkan secara masuk akal karena melihat pembicaraan selama debat, berlangsung tanpa pernyataan tegas disertai keberanian oleh para calon untuk bertanggung jawab memperbaiki keadaan jika terpilih dan berkomitmen mundur jika gagal. Sebuah pernyataan untuk lebih melibatkan para ahli dalam kabinet dibandingkan dengan berbagi quota dengan sesama partai politik, terutama partai politik pendukung.
Debat Capres Perdana yang dirasa hambar dan tak berguna bagi masyarakat ternyata diminati oleh para cendekia, hanya untuk memuaskan keingin tahuan mereka, walaupun tanpa tersadari bahwa keingin tahuan itu tak akan terpuaskan sampai debat usai dan sampai serial debat ini selesai. Keingin tahuan yang rakus memang menjadi bagian hidup para cendekia dan takan pernah terpuaskan sepanjang hayatnya dengan berbagai alasan logis yang mereka punyai.
Para cendekia menginginkan presiden pintar, berbeda dengan sebagian besar masyarakat ingin sosok presiden yang bermanfaat bagi bangsa. Potensi kemanfaatan diukur dengan
visi, keberanian, integritas, kerendahan hati, fokus, kerja sama, komunikasi, kejujuran, empati, dan daya mampu pendelegasian.
Presiden yang berguna adalah presiden yang mempunyai intensi ( kebulatan tekad ) serta atensi ( fokus perhatian ) terhadap semua sisi kehidupan masyarakatnya, baik politik, sosial, moral dan spiritual. Intensi bisa dilihat dari durasi dan frekuensi terhadap masalah sedang atensi merupakan proses sadar terhadap informasi untuk membantu kecepatan bereaksi.
Dan kekecewaan masyarakat menjadi benar karena intensi dan atensi luput dan tak terlihat dalam debat. Debat hanya menampilkan pesona retorika berupa daya tarik logika, daya tarik personal dan daya tarik emosional. Diperparah dengan cara berdebat para calon yang hanya ingin menang tanpa kesantunan, dengan berupaya saling membuka kelemahan serta borok.
Kekecewaan terhadap debat yang tidak mendidik, tidak ada nilai-nilai edukasinya, serta hanya menjadi sebuah tontonan yang bukan tuntunan, membuat merebaknya kesinisan dikalangan jelata, bahwa debat tidak diperlukan karena semua masalah, bisa dbicarakan secara baik baik, melalui musyawarah mufakat...**(
0 Komentar