SEANDAINYA SAYA SEORANG ULAMA

Oleh : IBG Dharma Putra 

Kabarborneoraya.com ; Banjarmasin 

Seandainya saya seorang ulama, saya akan berkumpul dengan si miskin untuk mendengar keluhan aspiratifnya. Berkumpul dengan orang miskin, adalah cara saya bertemu Tuhan karena Tuhan berada bersama mereka, menemani dan mendengarkan doa tulus mereka, menyayangi mereka. Tuhan tidak akan betah berlama lama diistana orang kaya yang berkuasa. 

Seandainya saya seorang ulama, saya ajarkan kepada penguasa, bahwa kekuasaan bukan untuk kekuasaan tetapi untuk kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya. Kekuasaan wajib jujur memegang tugasnya, sehingga penguasa wajib amanah dan takut melanggar norma serta hukum.  Penguasa akan saya ajarkan sampai mampu membedakan benar dan salah serta berani memilih kebenaran untuk dilaksanakan dengan baik. 

Seandainya saya seorang ulama, takkan saya biarkan nepotisme terjadi secara sangat vulgar, sehingga birokrasi lupa berfungsi melayani dan hanya menjilat serta mencari muka. Saya akan pastikan para penguasa, mengarahkan aparat birokrasinya  untuk mencapai masyarakat adil makmur seperti dicitakan bangsa saya dalam bimbingan ulama pendahulu saya. 

Seandainya saya seorang ulama, saya pastikan dedikasi penguasa untuk memastikan birokrasi bertanggung jawab, menghasilkan kinerja yang berguna bagi masyarakat dan berupaya keras tidak korupsi serta tak membiarkan terjadinya kesenjangan ekonomi. Tak mungkin ada korupsi yang besarannya dapat dibagi rata sebesar 1 M untuk setiap warga. 

Seandainya saya seorang ulama, saya ingatkan para penguasa bahwa kesenjangan ekonomi berpotensi menjadi teror penindasan, sehingga penguasa yang tidak mempedulikannya, dapat dikatagorikan sebagai tirani paling kejam yang harus dilawan. Kesenjangan membuat absen kesetaraan, sekaligus menumbuhkan oligarkhi, diikuti timbulnya exploitasi si miskin oleh si kaya raya dengan berbagai akibatnya. 

Seandainya saya seorang ulama, saya mohon agar penguasa, mengingat pendapat pak Koen di tahun 1970 atau Mochtar Lubis di tahun 1977 tentang dugaan sifat buruk anak bangsa, untuk bahan perbaikan diri. Berbagai sifat terasakan tersisa yaitu, suka menerabas, tak percaya diri, tak berdisiplin, hipokrit, munafik, jiwa feodal dan tak bertanggungjawab. Sifat yang menunjukkan keegoisan yang lebih mementingkan diri sendiri saja. 

Seandainya saya seorang ulama, saya akan ingatkan bahwa sifat lebih mementingkan diri sendiri, diperjelas oleh prestasi WNI. Kita bisa mencapai puncak prestasi dunia di olah raga bulu tangkis, di banyak olimpiade keilmuan tetapi minim keberhasilan jika beregu. Anak bangsa terjebak pada keakuan dan bermasalah jika bekerja sama. Gotong royong bisa menjadi slogan semata. 

Seandainya saya seorang ulama, saya ingatkan penguasa untuk melihat fenomena ini lebih teliti, cermat dan saksama, untuk instrospreksi dirinya dan dipakai untuk membuat kebijakan terbaik, mungkin bukan peningkatan IQ tapi membenahi karakter. Bukan pembangunan badan tetapi jiwa dan bukan memperbaiki perut tetapi kalbu. 

Seandainya saya seorang ulama, tak akan saya biarkan, negara dan bangsa saya, dibawa pada jurang kehancurannya. Saya tak akan tergoda gelimang harta para pengusaha dan tetap ajeg mengarahkan penguasa untuk menjadi teladan yang berani tampil terdepan dalam berupaya terbaik bagi rakyatnya serta tetap hirau pada kebenaranNya.

Seandainya saya seorang Ulama, tak akan saya biarkan, dikhotomi fiksi antara ulama dan ubaru, yang menyatakan secara konyol dipenuhi guyon bahwa ulama mengajarkan kebenaran sedang ubaru sibuk mencarikan pembenaran. Saya tak merasa baik hanya karena tak berani bertindak buruk, karena kalau cuma seperti itu, bukanlah

tindakan baik tetapi kepengecutan. 

Sayangnya saya bukan ulama dan saya hanya orang biasa, tua dan tidak punya kuasa, yang prihatin melihat nasib bangsa dan hanya bisa berharap kepada ulama karena sudah muak pada penguasa dengan penjilatnya yang hina hina. 


Banjarmasin 

15042024...(kbr)

Posting Komentar

0 Komentar